TEMPO.CO, Semarang - Garis-garis itu membentuk citraan bangunan dua lantai bergaya arsitektur lawas Eropa. Daun pintu dan jendela berderet, tinggi menjulang. Fasad dan teras bangunan nyaris tak berjarak dengan badan jalan. Tiang lampu jalanan klasik berderet rapi. Di seberang jalan, gereja berdiri megah dengan deretan pilar besar menyangga. Sepasang menara dengan jam raksasa serta atap kubah memperkuat sentuhan arsitekur bergaya pseudo barouque.
Sketsa yang menggambarkan satu sudut Kota Lama Semarang itu karya Goenawan Adi, yang dipamerkan di Semarang Gallery bertajuk »Arsitek, Perupa dan Sketsa Kota Lama Semarang” 9-23 Februari. Galeri yang juga terletak di kawasan Kota Lama ini memajang 90 sketsa karya 43 penyeket dari seniman yang tergabung dalam Komunitas Orat-Oret Semarang dan Komunitas Sketser Arsitektur (ArsiSKETur) Semarang. Menurut pemilik Semarang Gallery, Chris Dharmawan, dia sengaja menyandingkan karya sketsa perupa dengan arsitek. "Meski keduanya beda, tapi sama-sama memiliki ketajaman intuisi dan skill yang terasah".
Gereja Blenduk yang merupakan landmark Kota Lama Semarang serta gedung Marba adalah gedung yang paling banyak dijadikan subject matter para penyeket. Gereja blenduk, identik dengan kubahnya yang blenduk (cembung), gedung Marba adalah bangunan leter "L" dengan sentuhan art deco yang menonjol.
Sketsa Toni Suhartono menampilkan kemegahan gedung Jiwasraya yang berhadapan dengan gereja Blenduk. Gedung berlantai tiga ini berbentuk huruf L dengan kubah cembung tepat di sudutnya. Kemegahan gedung Jiwasraya paling sering dipakai untuk latar foto calon pengantin. Inilah gedung pertama di Jawa Tengah yang dilengkapi tangga berjalan. Sketsa bangunan kuno nan megah itu melemparkan imaji kita pada kota-kota tua di Eropa. Tak berlebihan jika Kota Lama Semarang dijuluki Little Netherland.
Beberapa penyeket menyuguhkan gedung yang tak terawat dan kumuh. Gedung dengan atas dan menara yang megah pada karya sketsa Rudi Hartanto terkoyak kondisi tembok yang terkelupas di sana-sini. Di depan gedung berdiri warung yang tak rapi, dan gambaran ruas Jalan Kepodang yang kumuh karena beralih fungsi menjadi pasar burung.
Sketsa karya MS Adi yang menampilkan kekumuhan bangunan semi permanen yang menempel di belakang bangunan tua. Pemandangan ini kontras dengan kemegahan gedung Semarang Gallery yang menjadi latar sketsa itu.
Koordinator Komunitas Orat Oret, dadang pribadi mengatakan, pameran ini bagian ihtiar merawat Kota Lama dari ancaman kepunahan. "Diharapkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga Kota Lama, makin kuat," ujarnya.
SOHIRIN
Anda sedang membaca artikel tentang
Merawat Kota Tua dengan Sketsa
Dengan url
http://cleanheartsminds.blogspot.com/2013/02/merawat-kota-tua-dengan-sketsa.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Merawat Kota Tua dengan Sketsa
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Merawat Kota Tua dengan Sketsa
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar